Home Uncategorized Erupsi Gunung Es PEN Film Oleh Akhlis Suryapati Kepala Sinematek Indonesia

Erupsi Gunung Es PEN Film Oleh Akhlis Suryapati Kepala Sinematek Indonesia

by Admin

Tidak salah teman yang pejabat negara itu comment: Langkah KPMP menyikapi pelaksanaan PEN Film, bukan sebuah letupan kecil (ungkapan saya dalam tulisan mengenai Skandal PEN Subsektor Film). Itu langkah besar, katanya. Ada pun ‘mercon banting’ (metafor dalam tulisan saya berikutnya), walau bikin kaget sejenak, itu cukup menandai berlangsungnya erupsi (proses keluarnya lava dan gas) – dari perut Gunung Es (istilah Anggota Komisi III DPR RI) – yang menggumpal di perut bumi dan butuh pelepasan.
Jika metafora Gunung Es – bukannya Gunung Api (yang biasanya menyimpan lava) — diperuntukkan bukan hanya untuk PEN Film, melainkan untuk perfilman dekade belakangan, akan nyambung juga. Penyelenggaraan perfilman nasional selama ini memang tidak membara seperti Gunung Api. Melainkan serasa nyaman-nyaman sejuk bagaikan Gunung Es; Ekosistem perfilman sudah bagus, kondusif, bangkit, meningkat, maju, menggeliat, mencatat rekor jumlah produksi, capaian angka penonton tak pernah terjadi dalam sejarah, banyaknya penghargaan internasional, perfilman adalah pencipta 0,45% lapangan kerja, pemberi kontribusi PDB 0,43%, dan sebagainya, sebagainya. Sampai Pandemi Covid-19 datang.
Dalam tulisan sebelumnya – di tengah citra kehebatan perfilman, kemarin saya paparkan mengenai wabah ego sektoral dalam masyarakat perfilman sepanjang dua dekade, lebih awet dari pandemi Covid-19. Situasi itu terpelihara oleh pemerintah, melalui praktek politik ‘bagi-bagi permen dan belah bambu.’
Ada pun tentang erupsi ini, belum ketahuan apa yang bakal muncrat; lahar dingin atau lahar panas, semburan debu atau batu, bisa juga sekadar awan hitam lalu lenyap disapu angin. Yang agak terlihat ada tanda-tanda akal sehat, dalam suasana erupsi ini mulai muncul diskursus etika, wacana politik, kesadaran hukum, dan sebagainya, (dalam koridor penyelenggaraan perfilman). Ini juga menjadi kesempatan baik bagi yang ‘merawat ingatan’ serta yang ‘sukaRmerdu’ melantunkan ‘kesaksian-kesaksian’ tentang perfilman nasional.
Begini, handai taulan dan saudara-saudara seprofesi seperfilman..
Dalam konteks ‘merawat ingatan’ yang nanti ada kaitannya dengan erupsi Gunung Es PEN Film ini, saya mulai dengan KPMP (karena ini yang pertama memberi sinyal adanya erupsi). Ketua BPI sempat comment: “Apa itu KPMP? Mewakili siapa?’ Wakil Ketua BPI juga comment: “Itu orang sakit hati,” saat yang bersangkutan menandatangani PKS (Perjanjian Kerja Sama) untuk pencairan dana PEN film ini – karena perusahaan atas namanya lolos sebagai yang ‘kebagian’.
Saya ceritakan. Menjelang Kongres BPI 2017, sekitar 30 per¬wakilan organisasi perfilman diinisiasi oleh Sekretariat Nasional Kine Klub Indonesia/SENAKKI – (kine klub secara kebetulan menjadi nama/istilah yang muncul dalam UU No 33 tahun 2009 tentang Per¬filman; Bab VII – Peran Serta Masyarakat – pasal 67 – ayat 2e), bersilaturahmi dan sowan ke Pusbangfilm Kemendikbud, intinya menyampaikan aspirasi, karena sebagai stakeholder per¬filman sama sekali tidak disapa saat-saat menjelang Kongres BPI.
“Kalau kami tidak bisa ber¬peranserta melalui BPI, kami akan berperanserta melalui cara lain,” itu kalimat saya se¬bagai Ketua Umum SENAKKI.
Ajang silaturahmi dengan Pusbangfilm Kemendikbud itulah yang kemudian diberi nama Forum Peranserta Masyarakat Perfilman. Ketika orang-orang ini kumpul Hotel Sultan Jakarta, lalu ada kegiatan-kegiatan sarasehan, namanya semakin ke sini disebut Kongres Peranserta Mayarakat Perfilman yang disingkat KPMP. Gitulah, riwayatnya.
Karena gerakan sowan ke Pusbangfilm itu pula, Panitia Kongres BPI kemudian melobi sejumlah stakeholder di Pusat Perfilman H Usmar Ismail dan di Gedung Film, supaya berkenan menjadi peserta Kongres BPI. Itulah Kongres BPI yang melahirkan kepengurusan periode 2017 – 2020 dengan ketua umumnya Chand Parwez, menggantikan pengurus periode sebelumnya yang diketuai oleh Kemaja Atmojo, melanjutkan kepemimpinan Alex Komang yang meninggal dunia.
Sebagaimana berlangsung sepanjang periode pertama kepengurusan BPI, maka sepanjang periode kedua kepengurusan BPI – setelah Kongres 2017 – SENAKKI (organisasi perfilman yang berdiri sejak 1990) sekali dapat surat via whatsapp dari Pengurus BPI adalah ketika ada fasilitas vaksin gratis untuk insan perfilman. Selebihnya tidak pernah. Apalagi dikabari adanya rapat, rembugan, seminar, FFI, Hari Film, Pembentukan Komisi Film Daerah, Penyusunan Okupasi Program Sertifikasi. Apalagi juga sampai kecipratan dukungan atau fasilitasi untuk workshop-workshopnya, pelatihan-pelatihan, dan lain sebagainya.
Sengaja di sini, saya ‘korbankan’ nama SENAKKI untuk dibilang ‘sakit hati’ – demi agar saya terhindar dari anggapan ‘mengatasnamakan’ stakeholder BPI lain yang mendapat perlakuan sama alias ‘nabok orang pinjam tangan’. Dari unsur/anggota/stakeholder BPI yang konon jumlahnya mencapai hampir 60 asosiasi/organisasi/komunitas perfilman itu, jika ada ‘kenduri’ atau ‘bancakan’, yang ‘terangkut’ pusarannya ya unsur-unsur dari antara 14 sampai 20 stakeholder itu. Termasuk, tadinya, ketika ‘bancakan’ itu bernama PEN Subsektor Film.
Gunung Es Penyelenggaraan Perfilman Nasional –di dalamnya terhimpun lava, lahar –Pemerintah tidak cukup punya kepekaan mengantisipasi. Bahkan ikut memelihara penguatan kekuasaan perfilman si Gunung Es, dengan politik ‘bagi-bagi permen dan belah bambu.’
Kembali ke laptop, eh, PEN Film.
Kan ceritanya, PEN Film ini dimulai dari adanya usulan oleh atas nama 20 asosiasi dengan BPI di dalamnya. Kemudian masuk program PEN yang di dalamnya banyak sektor; film adalah subsektor, maka disebut PEN Subsektor Film. Dewan PEN Film adalah mantan Kepala Bekraf, mantan Menparekraf, dan Wamen Parekraf. Lalu siapa-siapa para pelaksana ‘turunannya’, maka bagi siapa pun insan perfilman yang rajin merawat ingatan, akan mudah menemukan hubungan bahwa ‘mercon banting’ PEN Film ini sangat runtut kausalitasnya dengan lonceng erupsi Gunung Es yang lavanya terhimpun sepanjang dua dekade ego sektoral masyarakat perfilman – sejak Bekraf belum digabung dengan Kemenparekraf, sejak BPI tertatih-tatih membentuk diri, dan seterusnya. Cerita sampai di sini dulu. Breaking News; kabar baik!
Tim Audit Inspektorat Kemenparekraf mulai bekerja (15 Desember 2021) dengan datang ke kantor KPMP untuk konfirmasi, klarifikasi, dan minta informasi. Walau baru akan memeriksa selokan kecil Gunung Es di lingkungan Kemenparekraf, setidaknya ada upaya bahwa letupan lebih besar dari sekadar ‘mercon banting’ tidak perlu terjadi.
Berita baik lainnya, kemarin (14 Desember) handai taulan insan film bertutur gembira karena dana bantuan dari Netflix ‘untuk kebutuhan mendasar insan film yang terdampak pandemi Covid-19 yang disalurkan melalui BPI sudah serentak cair, tiga setengah juta rupiah tiap orang. Alhamdulillah, warga SENAKKI dan Sinematek Indonesia tidak termasuk insan film yang terdampak pandemi Covid-19. Sehat selalu. (Jakarta, 15 Desember 2021)

You may also like

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More