Jakarta (Skala Ekonomi) – Perkembangan teknologi membuat Indonesia harus mempersiapkan diri sebaik mungkin,baik secara digitalisasi maupun inovasi teknologi. Secara global, kemajuan digitalisasi dan teknologi di sektor energi mendorong proses transisi energi menjadi lebih pesat. Transisi energi adalah serangkaian perubahan dalam produksi, distribusi, dan pola konsumsi energi untuk mencegah emisi gas rumah kaca. Penyebab utama perubahan iklim adalah efek rumah kaca.
Dalam proses transisi energi, National Battery Research Institute (NBRI) menyelenggarakan Internasional Battery Sumit (IBS) yang akan diadakan pada tanggal 29-30 Juli mendatang. Dalam hal ini NBRI berkolaborasi dengan seluruh pihak diantaranya oleh kementerian koordinator bidang kemaritiman dan investasi, Kamar dagang Indonesia, dan Pamerindo Indonesia yang akan menjadi co-organizer di IBS 2024.
Indonesia berkesempatan menjadi tuan rumah pada IBS 2024 yang nantinya diikuti oleh lebih dari 20 negara, IBS ini juga merupakan kesempatan yang baik untuk Indonesia dalam melakukan transisi energi khususnya di bidang Baterai. Melihat sumber daya alam yang ada, Indonesia sangat mumpuni melakukan transisi energi, dengan adanya IBS ini bisa dijadikan ajang untuk memperkuat ekosistem baterai di Indonesia.
Dengan bertemakan “The Future Battery Technology from Upstream to Downstream for Accelerating Clean Energy Transition” IBS 2024 ini diharapkan bisa mewujudkan Indonesia International Sustainable Forum (ISSF) 2024.
Dalam jumpa pers yang diselenggarakan di Parle Senayan Jakarta , Prof Evvy Kartini selaku Founder NBRI berharap IBS akan menjadi event penting untuk menghadirkan aliansi strategis guna menghadirkan peluang bisnis dan kolaborasi untuk mendukung Indonesia sebagai pemain penting dalam industri baterai global.
“Kita harus sustainable dan berkolaborasi agar bisa mewujudkan transisi energi, karena ini harus melibatkan semua pihak baik dari pemerintah, pengusaha, ataupun akademik” Ujar prof Evvy.
Selain itu prof Evvy menyinggung Human resource, beliau mengatakan bahwa Human resource adalah yang sangat penting dari tercipta transisi energi ini agar kita tidak terjajah oleh teknologi, maka dari itu kita harus bangkit. “Human resource adalah yang penting agar kita bisa menjadi pelaku bukan saja menjadi pemakai atau penikmat , karena kalo tidak kita akan terjajah oleh teknologi secara perlahan, kita sudah tidak bisa melawan jajahan tersebut dengan bambu runcing, melainkan kita harus melek teknologi dan bisa menjadi pelaku”. Kata prof Evvy ketika diwawancarai oleh awak media.
Dengan adanya IBS kali ini prof Evvy berharap kita bisa berkaca dari negara tetangga diantaranya Vietnam dan Singapura yang sudah mempunyai standarisasi baterai yang aman digunakan sehingga tidak membahayakan dan mencemari lingkungan. Selain itu prof ingin Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) bisa merata minimal di setiap kecamatan agar mempercepat transisi energi. Prof Evvy juga mengatakan IBS ini harus dilakukan secara terus menerus agar teknologi baterai bisa menjadi masa depan dari hulu ke hilir. [IZUL]