Dua orang bakal calon presiden telah dikukuhkan oleh partai pengusungnya: Anies Baswedan diusung oleh tiga partai: PKS, Nasdem, dan Partai Demokrat. Sementara PDIP menampilkan sosok Ganjar Pranowo ditugaskan memegang amanah untuk bertarung memperebutkan kursi RI 1. Ganjar kemudian hari mendapat dukungan dari PPP.
Parpol -parpol Gerindra, Golkar, PAN, dan PKB masih sibuk wara-wiri melobi dan berdiskusi siapa mendapatkan posisi apa. Gerindra meski akan mencalonkan Prabowo sebagai bakal capres, namun secara resmi dan bernas belum dirilis.
Bicara copras capres di kalangan elit politik Indonesia tentu tidak bisa meninggalkan sosok bakal cawapres. Beberapa nama sudah disebut akan maju sebagai cawapres: AHY, Muhaimin Iskandar, Sandiaga Uno.
Yang menarik di antara bakal cawapres itu ada nama Muhadjir Effendi. Sebuah nama bila ditelusuri rekam jejaknya bisa dikatakan lebih mentereng dari bakal cawapres yang disebutkan di atas. Kapasitas keilmuan, pengalaman berorganisasi, jabatan di pemerintahan, dan akses ke berbagai parpol, ormas, dan tak kalah pentingnya pria kelahiran Madiun, Jawa Timur itu, masih menjabat sebagai Menko PMK, modal penting untuk membuka jalan melobi sejawatnya di kabinet kiwari.
Dari diskusi dan paparan berbagai pihak yang hadir di acara obral obrol santai Mengenal Sosok Muhadjir Effendi, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI 2016-2019 relatif tanpa cela dalam menjalankah amanah di pelbagai tugas yang dipercayakan kepadanya. Pria kalem namun tegas itu sudah selayaknya dipercaya untuk menduduki posisi Wakil Presiden.
Secara pribadi dan profesional mantan rektor Univeristas Muhamadiyah Malang, dan pengurus Himpunan Mahasiswa Islam tidak diragukan lagi: Kapasitas, kapabilitas, akseptabilitas di mata sebagian elit politik yang punya pengaruh Muhadjir Effendi adalah pribadi yang mumpuni.
Bagaimana dengan elektabilitas mantan wartawan dan penyuka olahraga bela diri ini?
Berkaca pada posisi wapres di era Budiono dan Ma’ruf Amin, akseptabilitas menjadi terpenting. Dan, itu sudah dimilikinya.
Meski begitu para inisiator yang ada di pelbagai sektor sudah semestinya menggalang kegiatan yang bertujuan meningkatkan elektabilitas Sang Profesor.
Sepertinya jalan menujun RI 2 itu sudah terbuka meski belum lebar dan mulus. Manjadi pekerjaan rumah bagi mereka yang merindukan pemimpin bersih, intelektual, daan santun. Sikap ini juga disukai oleh capres mana pun, yang tidak menginginkan cawapresnya pecicilan, genit kamera dan banyak cakap. Intinya jangan ada persepsi wapres lebih pintar dari presidennya.
So, pada gilirannya pada kesimpulan sosok Muhadjir Effendi: bersih, intelek dan akseptabilitas. Pantas menjadi Cawapres Utama Bukan Cawapres Alternatif.
Lalu kepada siapa Muhadjir Effendi ini dipasangkan?
Mengutip celotehannya Bang Adisurya: Apa pun makanannya, teh botol minumannya.
Siapa pun presidennya, Muhadjir Effendi, wapresnya!
Aamiin. Semoga.
Kang Didang