Pembajakan masih menjadi musuh besar bagi industri ekonomi kreatif, termasuk industri perfilman nasional. Melansir data dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) yang digelar di Jakarta, Medan, Bogor, dan Deli Serdang pada 2017, potensi kerugian yang diakibatkan oleh pembajakan film diprediksi mencapai lebih dari Rp 1,4 triliun. Pengunduhan konten secara illegal ditengarai menjadi salah satu penyebab kerugian tersebut.
Mira Lesmana, Filmmaker, Dewan Pembina APROFI, menyatakan, “Pembajakan harus kita hadapi dengan serius. Ini adalah persoalan dan kerugian bersama. Industri film dirugikan oleh pembajakan karena terancam penghasilannya, artinya semua pekerjaan terkait pembuatan film juga terancam, mulai dari produser, aktor sampai ke catering hingga ke supir transportasi produksi. Ini berlaku untuk berbagai industri yang menghadapi pembajakan.
Kita harus menindak tegas para pembajak dan bersama bergerak mengubah mindset masyarakat dengan terus memberi pemahaman tentang pentingnya menghormati hak kekayaan intelektual.” Selaras dengan pernyataan Mira, Edwin Nazir, Ketua Umum APROFI menyatakan, “Pembajakan itu sama dengan mencuri, yang dicuri adalah hak kekayaan intelektual. Karena itu, pembajakan harus ditindak tegas.
Akibat pembajakan, kerugian industri film nasional mencapai Rp 5 triliun setiap tahunnya.” Chand Parwez Servia, Ketua Badan Perfilman Indonesia turut angkat bicara terkait pembajakan, “Pembajakan adalah tindakan pelanggaran hukum yang harus segera dihentikan, melalui tindakan hukum kepada pelaku dan sosialisasi kepada pengguna. Sudah saatnya seluruh insan perfilman bersuara agar semua pihak menyadari strategisnya perfilman nasional, dan supremasi hukum harus ditegakan untuk melindungi hak kekayaan intelektual dari karya kreatif anak bangsa yang selama ini jadi cagar budaya Indonesia.”
Oleh karenanya, para pelaku Industri Film Nasional mendukung dan mengapresiasi penuh seluruh upaya melawan pembajakan. Salah satunya langkah tegas yang diambil oleh Angga Dwimas Sasongko, CEO dan Founder Visinema sekaligus anggota APFI (Asosiasi Perusahaan Film Indonesia) dalam memerangi pembajakan.
Para pelaku industri film nasional berharap langkah ini dapat menjadi babak baru perlawanan para seniman dan kreator terhadap pembajakan. Langkah penting ini juga diharapkan dapat menempatkan landasan dalam membangun budaya menonton secara legal. Dengan membangun budaya menonton konten secara legal, masyarakat tak hanya memberikan apresiasi bagi karya pekerja seni namun juga turut mendorong pertumbuhan film garapan anak negeri.
Lebih lanjut, HB Naveen dari Falcon Pictures sekaligus anggota APFI mengajak banyak pihak untuk bahu membahu memberantas pembajakan, “Tindakan pembajakan seringkali disengaja, namun terkadang tidak disengaja karena ketidaktahuan dan popularitas di media sosial. Oleh karena itu, seluruh stakeholder mulai dari Aktor, Sutradara, Rumah Produksi (Nasional maupun Internasional), Bioskop, OTT, Jaringan Televisi, pemerintah melalui Kementerian yang berwenang serta Lembaga lainnya seperti Kepolisian dan Kantor Pajak harus bersatu dalam memerangi kejahatan ini. Bersama kita dapat membangun Satuan Tugas pemberantasan pembajakan dengan kesamaan misi, dedikasi para pejabat terpilih, protokol dan misi yang baik kita dapat terus berjuang. Menyatukan tekad dan langkah nyata bersama tentu akan lebih kuat dibanding melangkah secara terpisah.”Djonny Syafruddin, selaku Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia menambahkan,
“Pembajakan sudah menjadi masalah lama bagi industri perfilman nasional, untuk itu kita harus terus konsisten melakukan upaya untuk memberantas pembajakan dan tidak setengah – setengah.” (Rls/KD)