Home headline Hari Film Nasional: Perfilman Indonesia Tumbuh dan Berkembang Secara Autopilot.

Hari Film Nasional: Perfilman Indonesia Tumbuh dan Berkembang Secara Autopilot.

by Admin
whatsapp image 2024 03 31 at 8.24.18 pm

Jakarta- Yayasan Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI) menggelar peringatan Hari Film Nasional (HFN) 2024 di aula Gedung PPHUI, Kuningan Jakarta, 30 Maret 2024.

Acara HFN ke 74 ini sekaligus merayakan ke 53 YPPHUI, diramaikan dengan peluncuran teaser film Sampek Eng Tay, produksi YPPHUI yang akan segera proses produksi setelah lebaran. Kegiatan proses produksi dimulai dengan menggelar casting untuk seluruh peran.”Dan selanjutnya mereka akan kami acting course,” kata Sony Pudjisasono, Ketua YPPHUI sekaligus produser film Sampek Engtay van Java.

Gelaran HFN tahun ini diisi dengan Diskusi Publik Dilemma Sinema Indonesia: Antara Film Komersial dan Film Idealis. Acara diskusi dipandu penggiat perfilman Budi Sumarno dengan menghadirkan pembicara sutradara Anggi Umbara dan CEO Communication Manager MD Entertinment Sigit Prabowo, S.Ikom.

Dalam diskusi yang berlangsung meriah itu membahas apa dan bagaimana film bagus sekaligus laku.”Karena ada film bagus tapi tidak banyak ditonton,” kata Budi Sumarno. Anggi Umbara sebagai sutradara dan juga penulis cerita mengatakan film bagus dan tidak bagus itu penilaiannya sangat subyektif.”Yang pasti semua produser mengakui filmnya bagus. Dalam film yang disebut bagus paling tidak mengandung unsur estetika, etika, dan logika,” kata Anggi Umbara.

Bagi Sigit Prabowo membuat film bagus itu paling tidak variabelnya pemainnya, ceritanya dan penggarapannya.”Tak kalah harus diperhatikan adalah bagaimana kecenderungan selera penonton pada saat film itu diproduksi,” kata Sigit Prabowo.

Syukuran HFN dan YPPHUI dihadiri Ketua GPBSI H. Djonny Syafruddin, SH, Ketua Parfi Alicia Djohar, aktor senior Pong Hardjatmo, dan sejumlah artis lainnya.

whatsapp image 2024 03 31 at 8.24.18 pm 1

Hari Film Nasional, 30 Maret 2024. Sonny Pudjisasono. Dihadiri Pong Hardjatmo, Djonny Syafruddin, dan sejumlah artis lalinnya. Anghie Umbara bahwa film bagus simpel aja. Harus bisa mendilver etika, estetika, logika dan rasa.

Ada yang hybrid komedi dan horor, drama dan horor. Story telling, punya cerita yang engage. Casting punya nama dan mampu menjadi sosok yang hebat.

Sebagai pengelola YPPHUI dan praktisi di bidang perfilman H. Djonny Syafruddin sebagai Ketua Pembina YPPHUI dan Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) menyayangkan sikap pemerintah yang kurang peduli terhadap perfilman nasional.
“Bukti kurang pedulinya pemerintah terhadap perfilman nasional anggaran hanya 1 triliun dan itu dihabiskan pada kegiatan festival dan festival saja. Lainnya kirim orang ke acara perfilman di.luar negeri dan sebagian besar pesertanya adalah pegawai Kemendikbudristek. Lebih menyedihkan lagi film hanya diurus selevel Kasubdit,” kata Djonny Syafruddin yang pernah di BP2N selama 15 tahun.

Dia juga melihat orang orang film sekarang ini tidak lagi punya satuvisi. Masing masing jalan sendiri.”Dulu kami bisa satu visi karena pemerintah ikut menjadi pengayom bagi orang orang film. Jaman Harmoko di era Soeharto, perfilman Indonesia benar benar diberi perhatian yang maksimal,” kata Djonny Syafruddin.

Bagi Sonny Pudjisasono, Ketua YPPHUI dan praktisi perfilman ini, memang tidak bisa berharap banyak pada pemerintahan sekarang ini. “Selama ini dunia perfilman Indonesia berjalan dan tumbuh secara autopilot. Ada UU tidak ada UU perfilman tetap berkembang baik. Sebagai contoh saja PPHUI ini adalah sentral perfilman Indonesia. Organisasi Perfilman ada di sini. Tapi, tidak ada se sen pun dibantu pemerintah. Padahal gedung ini adalah salah satu situs sejarah perfilman yang mesti dilindungi dan dilestarikan,” ungkap Sonny Pudjisasono.

Dia berharap pemerintah mendatang dengan presiden yang baru bisa meningkat jenjang dalam menangani kebijakan perfilman selevel Direktorat Jenderal. Sekarang ini film hanya di Kasubdit.”Sudah selayaknya jika perfilman mendapatkan perhatian yang lebih besar. Karena film adalah ekpresi budaya yang ada di Indonesia, ” kata Sonny Pudjisasono sembari mengatakan pemda geraknya rerbatas dalam mengembangkan perfilman nasional di daerahnya karena tidak ada payung hukumnya.

“Mereka hanya bisa melakukan kegiatan perfilman secara terbatas. Ya itu tadi tidak ada guidance dari pusat,” tegas Sonny lagi. (Didang).

You may also like

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More