Merawat dan melestarikan budaya tempat kaki berpijak sudah menjadi sikap keseharian. Kesadaran bahwa adat istiadat, seni dan budaya, pandangan hidup yang diwariskan nenek moyang dipegang teguh oleh wanita bernama Adinda Safitri.
Sebagai pribadi dilahirkan di lingkungan budaya Jawa yang kental, Dinda, sapaan wanita kelahiran Sragen, Jawa Tengah, 10 April 1979 ini aktifitas keseharian dirinya beraroma kejawaan. Penggiat batik, satu di antara sekian kegiatan Dinda yang lekat dengan budaya Jawa.
Kegiatan mempromosikan batik membuat Dinda wara wiri Jakarta-Yogyakarta-Solo- Sragen- Purworejo, dan kota lainnya di Jawa.”Cirebon dan Lasem untuk menggiatkan batik pesisir agar tetap terawat, tumbuh dan terus berkembang,” ungkap Dinda menyebut dua kota kawasan pesisir Jawa yang dikenal dengan corak batiknya yang punya keunikan dan kekhasan masing-masing.
Bagaimana perkembangan seni sandang perbatikan Indonesia sekarang ini?
Saya sangat bangga dan bahagia karena batik sebagai salah satu hasil karya budi dan daya bangsa Indonesia mendapatkan tempat di mata dan hati masyarakat dunia.
Di dalam negeri pemerintah melakukan himbauan setiap Jumat mengenakan baju batik. Kegiatan kenegaraan kedatangan tamu kepala negara lain, batik secara resmi dikenakan. Kegiatan majelis perkawinan, resepsi batik menjadi busana yang utama bagi para undangan.
Kalau dulu batik hanya dikenakan di kalangan terbatas dan model pun terbatas, kain bagi perempuan dan baju batik hanya dikenakan kaum pria, itu pun hanya orang orang tua yang memakai. Pasangan kain batik dan kebaya. Sekarang ini kebaya sudah jarang yang mengenakan. Selain kain, batik untuk wanita berupa daster. Tetapi, sekarang ini sudah menjadi berbagai model busana.
Kebetulan saya kerap terlibat didesain corak dan promosinya, sebagai model, saya diminta untuk membuat karya desain dan coraknya. Baik untuk kalangan terbatas maupun untuk masyarakat biasa.
Baju dan kain batik sejak dulu memang ada kelas kelasnya, corak tertentu seperti parang rusak dan material apakah dari sutera atau katun, atau dari material biasa saja kualitasnya. Begitu juga dengan proses pembuatannya. Ada yang dicetakenggunakan teknologi modern dengan menyertakan komputer, ada yang masih dibuat secara manual, ditulis tangan dalam pembuatan coraknya.

Proses pembuatan dengan cara manual itu lebih rumit, karena membutuhkan konsentrasi dan ketelatenan, juga inspirasi. Di beberapa kalangan tradisi pembuatan batik itu ada yang menyertakan ritual tertentu. Tak heran jika tidak semua kain batik bisa dipakai oleh sembarang orang, ada peruntukkan kelas sosial, dan peruntukkan waktu dan eventnya. Batik batik tulis untuk kain dan kemeja dari segi harga mengikuti karena kualitasnya.
Perbedaan batik Solo dan Yogya, dan batik pesisir terlihat dari warna dan performa coraknya. Batik Solo dari warna lebih kental kecoklatannya, lebih lembut. Sedangkan batik Yogya lebih terang dan coraknya lebih ekspresif. Beda lagi dengan batik pesisir, seperti Lasem atau Cirebon, warnanya lebih berani, lebih tegas. Dominan warna warna cerah seperti merah, kuning dan hijau.
Mengusung budaya Jawa selain dari wujud karya Budi daya berupa batik, aspek spiritual dari apa yang disebut Kejawen sebagai ajaran dari leluhur dipegangnya teguh. Petuah moyang: Sangkan Paraning Dumadi, yang bermakna dari mana berasal, bagaimana menjalani hidup dan akan kemana setelah kehidupan. Anak bungsu dari tiga bersaudara dari keluarga Muhammad Roesidi dan Siti Aminah ini kerap menyediakan waktu untuk bersemedi. Melaksanakan ritual kerap dilakukannya di tempat tempat peninggalan nenek moyang, seperti di candi Cetho, Jawa Tengah.
Dari lingkungan pergaulan ada yang mengatakan bahwa Anda selain berberkiprah budaya Jawa ragawi, wujud batik, juga mempraktekkan spiritual nJawani. Persisnya kegiatan spiritual seperti apa?
Sejak kecil saya sudah diajari ritual warisan dari leluhur saya seperti berpuasa ala Kejawen dan melaksanakan ritual di lokasi dan tempat yang ditunjukkan oleh leluhur kami. Semisal baru baru ini saya ke candi Cetho. Saya melaksanakan apa yang dikenal dengan sembah yang. Ada wangsit ada bisikan untuk menjaga dan warisan leluhur menjaga hubungan manusia dengan manusia, dan relasi manusia dengan alam.
Semua itu memberikan kenyamanan dalam kehidupan saya: eling kan waspodo. Eling hidup ini sementara saja, darimana kamu berasal, bagaimana menjalani hidup dan mesti ngerti akan kemana setelah kehidupan berakhir. Eling, mengingat dan merenungkan jalan dan arti hidup.Kemudian waspodo waspada bahwa sekeliling kita ada gangguan dan seringkali datang dengan tiba tiba.
Dengan begitu dalam berbagai aktifitas ajaran itu menjadi pegangan hidup saya. Karena saya juga bergaul dengan berbagai kalangan dan dari berbagai profesi.Setenang ini hidup saya apa pun yang menimpa karena pegangan dari leluhur itu. Sedikit banyak kemudian memberikan kelebihan dalam melihat peristiwa yang terjadi. Seperti sekarang ini. Pandemi Covid-19 meski tidak dibisikkan secara gamblang dan detil ketika saya bersendi di candi Cetho beberapa bulan sebelum kejadian pandemik ini.
Tetapi kegiatan ini saya menyebutnya dengan Pelaku Spiritual, bukan paranormal. Dan dari apa yang saya miliki itu terkadang diminta oleh teman teman dan orang yang mengenal saya. Keberhasilan yang dinikmati mereka itu karena usaha mereka dan kersane Gusti Allah. Saya hanya menambahkan apa yang kurang dari usaha mereka itu.
Kelebihan spiritual yang saya miliki itu sudah ada sejak remaja. Ketika itu ada anggota keluarga dari tetangga di Sragen hilang dan sudah dicari beberapa hari tidak ketemu. Sesaat saya mendengar, batin saya mengatakan keberadaan orang itu Lalu saya sampaikan istilah Jawanya nyelemong, asal ucap saja. Ternyata nyelemongan saya itu terbukti.
Berbagai peristiwa yang akan terjadi itu bisa dari fenomena udara, cuaca dan gerak alam lainnya. Kemudian saya melakukan tirakat. Puasa dan semedi.
Adinda Safitri melakoni seluruh hidupnya berpegang pada ajaran leluhurnya dalam gemuruh dan berisiknya kehidupan modern. Berinteraksi seni dengan berbagai organisasi kesenian. Tidak hanya di Jawa, sampai ke Jambi dan pulau Penyengat. Berbagai kegiatan itu direkam dan dipublikasikan di website dan YouTube aDinda yt.
Ibu dari tiga orang anak dan istri dari Rachmad Indrajaya dalam akhir perbincangannya ingin menebarkan kebaikan dan melestarikan budaya dalam genggaman kehidupan seorang wanita seperti dirinya. Didang Pradjasasmita