Jakarta, 1 Desember 2021
Tim Pencari Fakta (TPF) PENsubsktorfilm yang dibentuk Kongres Peranserta Masyarakat
Perfilman (KPMP) dalam lima hari kerja, menemukan fakta bahwa pelaksanaan penyaluran
bantuan untuk perfilman melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Subsektor Film,
sudah mengindikasikan adanya semacam pemufakatan jahat atau kolusi. Indikasi itu bahkan
dimulai sejak sebelum secara teknis pelaksanaannya dilakukan melalui Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Seperti diketahui, KPMP melalui surat resmi kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif beberapa waktu lalu meminta agar pemberian bantuan untuk film melalui program
PEN Subsektor Film dihentikan, karena adanya kegaduhan di masyarakat perfilman sebagai
akibat hasil kuratorial yang tidak memenuhi asas keadilan.
Dalam suratnya KPMP
menyebutkan sejumlah indikasi adanya kolusi dalam proses pelaksanaan program itu.
Pertemuan lima orang perwakilan KPMP dengan Inspektorat Utama Kemenparekraf
yang berlangsung Jumat (26/11) di Balairung, Gedung Sapta Pesona, Jakarta, semakin
menegaskan sikap KPMP untuk menindaklanjuti langkah permintaan agar program bantuan
film melalui PEN Subsektor Film dibatalkan.
Dalam pertemuan itu, oleh Inspektorat Utama
Kemenparekraf, KPMP juga dipertemukan dengan sejumlah pejabat terkait serta perwakilan
Kurator yang sekaligus mewakili Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
(Kemendikbud Ristek) serta Kurator yang sekaligus mewakili Badan Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif (Bekraf).
Sore harinya di Pusat Perfilman H Usmar Ismail, KPMP membentuk Tim
Pencari Fakta yang kemudian diketuai Gusti Randa, dengan wakilnya Sonny Pudjisasono,
sekretaris Rully Sofyan. Bergabung dengan tim ini, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PARFI,
Perfiki Law Firm, dan Pengacara dari Komunitas KCFI.
Pada rapat TPF PEN subsektorfilm dengan KPMP (Senin, 29/11) telah dikonstruksikan
alur pelaksanaan program PEN Subsektor Film serta mulai dikumpulkan fakta-fakta serta
bukti-bukti mengenai adanya dugaan praktek ketidakadilan yang sengaja dilakukan oleh pihak-pihak yang bekerja melaksanakan program ini. TPF menemukan fakta, adanya
pemufakatan yang berindikasi kolusi, telah berlangsung sejak program bantuan film ini
dicanangkan oleh Pemerintah.
TPF menyisir kasus ini dimulai sejak adanya usulan dari 20 pihak mengatasnamakan
asosiasi perfilman dengan Badan Perfilman Indonesia (BPI) di dalamnya, yang dilanjutkan
dengan pertemuan belasan pengusaha film, kemudian dibentuknya Dewan PEN Subsektor
Film yang terdiri dari Triawan Munaf (mantan Kepala Bekraf berlatarbelakang pengusaha
periklanan dan film), Wisnutama (mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang
punya keterkaitan dengan sejumlah perusahaan film dan lembaga penyiaran), serta Angela
Tanoesoedibjo (Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang punya keterkaitan
dengan perusahaan film MNC Pictures).
TPF Subsektorfilm mengkonstruksi kasus bantuan film dalam program PEN Subsektor
Film ini, berlanjut dengan kronologi dibentuknya Pokja oleh Perum PFN atas arahan dari
Kementerian BUMN. Seperti diketahui, Perum PFN saat ini statusnya adalah BUMN yang
bergerak di sektor perfilman.
Pokja bentukan PFN, telah melakukan pertemuan-pertemuan
dan rapat-rapat dengan berbagai pihak, termasuk dengan pengusaha-pengusaha film, juga
telah menyusun nama-nama kurator yang mencapai sekitar 30 nama.
Pada proses ini, TPF
juga menemukan fakta adanya pemufakatan berindikasi kolusi.
TPF menyusuri alur pelaksanaan PEN Subsektor Film, dengan mempelajari adanya
konsep-konsep yang disusun oleh Pokja PFN, termasuk proses penyusunan Naskah Petunjuk
Teknis (Juknis) yang melibatkan berbagai pihak, termasuk otoritas keuangan dan pengawas
anggaran. Naskah Juknis ini pun berubah-rubah dari semula hanya 30 halaman berkembang
menjadi 300 halaman. TPF juga menyusuri berlangsungnya rapat-tapat intens antara unsur
Kementerian BUMN dengan unsur Kemenparekraf yang masing-masing menyertakan Wakil
Menteri.
Rapat puncak yang akhirnya memutuskan pelaksanaan PEN Subsektor Film ditangani
Kemenparekraf, juga mempertemukan Menteri BUMN dengan Menteri Kemenparekraf.
Pelaksanaan PEN Subsektor Film pada gilirannya ditangani oleh Kemenparekraf, dengan menafikan Konsep dan Juknis yang pernah disusun oleh Pokja PFN. Pokja PFN yang
secara resmi tidak pernah dibubarkan, faktanya, menjadi tidak berperan dalam proses
selanjutnya, termasuk dalam penyusunan Kurator. Kurator terbentuk lebih didominasi oleh
arahan Dewan PEN Subsktor Film, begitu pun hasil-hasil kuratorial laporannya diutamakan
tertuju kepada Dewan PEN Subsektor Film.TPF PENsubsektor film terus bekerja untuk mengumpulkan fakta dan bukti-bukti guna
memperkuat alasan-alasan kenapa pelaksanaan PEN Subsektor Film harus dihentikan atau
dibatalkan. Sementara KPMP sejauh ini kukuh pada tuntutannya untuk dibatalkannya
program PEN Subsektor Film yang sekarang sudah berjalan. Mengenai adanya berbagai
desakan agar masalah ini dibawa ke ranah hukum, melalui pelaporan ke KPK, Bareskrim,
Kejaksaan, dan sebagainya, pihak TPF maupun KPMP belum memutuskan.
Seperti disampaikan KPMP waktu pertemuan dengan Inspektorat Utama
Kemenparekraf, akan lebih mudah jika Inspektorat menjalankan tugas dan fungsinya
melakukan pengawasan dan pemeriksaan di lingkungan kementeriannya, toh dalam
pelaksanaan Program PEN Subsektor Film ini – menurut Menteri Sandiago Uno – dilakukan
dengan koordinasi berbagai pihak terkait, termasuk dengan Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Kementerian Keuangan, Komite Penanganan Covid 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Kementerian
BUMN termasuk Perum Produksi Film Negara, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan
Jasa Pemerintah, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Mabes Polri, Badan Perfilman
Indonesia, Asosiasi Komunitas Film Terkait, Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh
Indonesia. (B. Rls)