Bila membaca kata masjid, maka pikiran kita ingat pada sosok bangunan dengan kubah di atasnya. Ke dalam masjid, hamparan sajadah dan mimbar. Di samping masjid, tempat wudhu. Dan, ruang lainnya, toilet.
Masjid dan fasilitas ruangannya sesekali digunakan untuk resepsi pernikahan, disewakan. Jelang Idul Fitri kegiatan ekonomi sedekah dan amal jariyah berupa zakat mal dan zakat fitrah. Lebih ramai lagi teriakan sapi, kambing atau kerbau yang dipotong pada Idhul Kurban atau Idhul Adha.
Padahal, masjid menurut KH. Abdul Manan Ghani, Ketua PBNU sekaligus Ketua Pengurus Koperasi Masjid Nusantara,Komasnu, Â sejak jaman Sunan Gunung Jati, masjid tidak saja dijadikan sebagai tempat ibadah ritual, dan pendidikan agama, tetapi juga menjadi kegiatan ekonomi.
“Sejak jaman Sunan Gunung Jati, masjid sudah menjadi kegiatan ekonomi umat. Dilihat dari tata letak dan lingkungannya. Di setiap lahan ada masjid, di sana ada ruang ruang untuk kegiatan ekonomi, seperti tersedianya alun-alun untuk para pedagang,†jelas Kyai Manan, saat ditemui acara selamatan menandai diresmikannya Komasnu, di kantor PBNU, Jakarta, pekan lalu.
Kyai Manan menambahkan pada saat itu, Sunan Gunung Jati sebelum wafat memberi dua pesan, menitipkan masjid dan fakir miskin.â€Ini adalah pesan agar kita menjaga dan merawat masjid dengan ibadah habluminallah, dan berkegiatan usaha di bidang ekonomi, habluminanas, dengan memberdayakan umat di bidang ekonomi,†tegas dia.
Upaya membuka jalur ke masjid-masjid itu melalui Ta’mir Masjid NU, salah satu pengurus pusatnya tak lain adalah HH. Abdul Manan Ghani.
Komasnu, kata Kyai Manan, untuk membangkitkan kembali kegiatan ekonomi umat melalui masjid. Dia mengutip doa yang artinya berbunyi, Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada engkau akan keselamatan Agama dan sehat badan, dan tambahnya ilmu pengetahuan, dan keberkahan dalam rizki dan diampuni sebelum mati, dan mendapat rahmat waktu mati dan mendapat pengampunan sesudah mati. Ya Allah, mudahkan bagi kami waktu (sekarat) menghadapi mati, dan selamatkan dari siksa neraka, dan pengampunan waktu hisab.
Doa, di mana pada poin ke empat adalah keberkahan dalam rezeki.â€Mesti ada upaya dan usaha kita untuk mendapatkan keberkahan rezeki di antaranya melalui Koperasi Masjid Nusantara,â€tegas Kiyai Manan.
Komasnu Hadir di 800 ribu Masjid
Di Indonesia ada satu juta masjid 80 persen warga didirikan oleh warga NU, yang sering disebut kaum Nahdiyin. Karena Indonesia keberadaan masjid tidak difasilitasi pemerintah di bangun bangun sendiri-sendiri.â€Karena dibangun sendiri-sendiri, seperti oleh warga NU, maka pemerintah tidak bisa mengendalikan masjid-masjid tersebut. Mereka bisa menyatu dan berafiliasi ke NU, Muhamadiyah dan Wasliyah. Tapi, masjid terbanyak di Indonesia ini adalah masjid kaum Nahdiyin,â€kata sambutan Kyai Maksum Mahfudz, Wakil Ketua Umum PBNU.
Pada acara selamatan yang dihadiri oleh sejumlah pengusaha dan dari utusan konglomerat itu, Kyai Maksum Mahfudz menegaskan bahwa azas dari koperasi itu relevan dengan nalar jamaah Nahdiyin, yakni usaha didirikan atas kekeluargaan. Dalam bahasa beliau bil jamaah.â€Dalam usaha koperasi ini perlu ada para filantropis dari kalangan pengusaha dan konglomerat yang berbagi ilmu dan materi untuk turut memajukan ekonomi umat,â€tegas dia.
Selama ini, kata Kyai Maksum Mahfud, NU disibukkan dengan perkara kebangsaan dan toleransi. Sehingga terabaikan persoalan ekonomi. Agar ada balancing, keseimbangan dalam menjalankan peran sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, maka perlu adanya lembaga yang membangkitkan ekonomi umat, melalui Komasnu.â€Kebangsaan perlu dirawat dan dijaga, karena adanya perbedaan, tetapi juga menggairahkan ekonomi keumatan itu penting. Karena jumlah warga NU yang mendekati angka 100 juta, merupakan potensi ekonomi yang besar,â€kata dia.
Dengan kata-kata berkelakar, Kyai Maksum Mahfudz, mengatakan nantinya di masjid-masjid, khususnya masjid NU tidak lagi ditemukan jamaah datang ke masjid dengan kain sarung yang sudah lusuh.
Kebangkitan Ekonomi Umat
Operasional dalam mewujudkan Koperasi Masjid Nusantara, Komasnu, ditangani oleh pengurus harian secara professional dan menggunakan pendekatan teknologi ekonomi digital.“Komasnu yang kami bangun pada prinsipnya tidak berbasis outlet, tetapi berbasis digital,â€ungkap Yudi Firmansyah Putra, Direktur Utama Komasnu.
Basis anggota Komasnu dari masjid-masjid warga NU dan Pondok Pesantren, pengelolanya adalah para pemikir ekonomi di NU dan bekerjasama dengan konglomerat dan para pengusaha berbagai bidang usaha.â€Intinya kami bekerjasama dengan landasan tri patrit : pengusaha atau produsen, masjid/pondok pesantren, dan kami sebagai penyedia teknologi dan pengelolanya,†papar Yudi.
Dalam pandangan Yudi, masjid selama ini hanya berkegiatan bidang dakwah dan edukasi, akan dikembalikan fungsinya seperti jaman Rauslullah dan para wali. Masjid tidak semata-mata tempat suci ibadah dan kegiatan belajar mengajar, khususnya bidang agama, tetapi juga sebaga wahana kegiatan ekonomi.
Alasan yang mengemuka harus adanya Komasnu, yaitu bangkitnya ekonomi umat, khususnya di kalangan Nahdiyin. Yudi mengutip doa bangun tidur :ALHAMDULILLAAHILLADZII AHYAANAA BA’DA MAA AMAA TANAA WA ILAIHIN NUSYUUR: ÂSegala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah kami mati (membangunkan kami dari tidur) dan hanya kepada-Nya kami dikembalikan.
“Kami mesti bangkitkan ekonomi umat melalui Koperasi. Dalam perencanaan kami, Komasnu tidak hanya mengelola kebutuhan keseharian tetapi masuk ke sektor sektor pertambangan, pertanian, kelautan dan lain-lain,â€kata Yudi yang memasang target satu juta anggota pada satu tahun pertama. Yudi Cs ditugaskan secara operasional dari 2019-2024.
Jumlah masjid 800 ribu masjid dan 23 ribu Pondok Pesantren selain sebuah potensi ekonomi, sebutlah pasar yang besar, dalam pandangan Yudi, itu juga sekaligus membuka lapangan pekerjaan baru.
Sedemikian besarnya potensi itu, maka Yudi memberikan syarat ketika ditunjuk sebagai Direktur Utama Komasnu.â€Bahwa dalam pengelolaan Komasnu ini harus dipadukan dengan para professional di bidangnya. Ini pekerjaan besar memerlukan banyak kontribusi pikiran dari berbagai aspek dan bidang. Dan, itu tidak terpenuhi hanya dari kalangan NU,â€ungkap Yudi.
Menyinggung masalah modal dan imbalan dari anggota yang menyetor simpanan pokok satu juta rupiah perkepala. Dalam hal permodalan melihat potensi yang besar itu sudah banyak konglomerat dan pengusaha yang menanamkan modalnya.â€Tentu saj ada imbal balik yakni penjualan produk mereka di kalangan Nahdiyin, Kata Yudi, sembari menyebutkan Alim Markus, pemilik usaha Maspion Grup, satu di antaranya.
Sementara keuntungan menjadi anggota Komasnu, selain mendapatkan barang-barang lebih murah, karena langsung dari produsen.â€Mereka juga sudah mendapatkan aplikasi untuk berwiraswasta. Nanti, kami jelaskan dalam konjungan sosialisasi Komasnu. Kami sudah ke beberapa daerah untuk sosialisasi,†papar Yudi, yang mengaku mendapat sambutan yang baik dari para pengurus masjid dan warga NU.
Diakui oleh Yudi dalam menjalankan Komasnu ini, tantangan terbesarnya adalah factor manusia.â€Kami sebagai pengelola di lapangan harus sabar dan telaten. Terus menerus mengedukasi agar mereka bisa menjalankan tugasnya sesuai dengan yang kita inginkan,â€kata Yudi.
Ketika ditanya target Komasnu lainnya di luar ekonomi, Yudi tidak menjawab dengan tegas. Sambil tersenyum, dia bilang.â€Datang saja ke Bidakara tanggal 28 Januari mendatang,†ujar Yudi, mengisyaratkan ada arah politik Komasnu di sana. Apakah begitu?! Wallahu alam bi sawab. Skala Ekonomi /Didang Pradjasasmita