Konsep moderasi agama di Indonesia harus disebarluaskan. Karena moderasi beragama itu pada hakekatnya adalah perekat bagi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Demikian bagian dari kata sambutan yang disampaikan oleh Ketua Umum Bait Indonesia (ABI) Habib Zahir Bin Yahya, dalam Seminar Nasional dengan tema ‘Keniscayaan, Penguatan, dan Perluasan Moderasi Beragama di Indonesia’.
Seminar yang berlangsung di Hotel Royal Kuningan, Jakarta,Jumat, 18 Maret 2022 itu digelar berkaitan dengan peringatan kelahiran (milad) Imam Mahdi al-Muntazhar sekaligus ulang tahun ke-12 Ahlulbait Indonesia (ABI).
“Titik berat dari peringatan milad ABI tahun ini adalah upaya menyebarkan moderasi beragama, hal ini memperkuat kohesi kebangsaan,” imbuhnya. Dikatakannya, moderasi agama jika dipahami dengan seksama akan mampu menyelesaikan masalah.
Seminar nasional ini, merupakan salah satu sumbangsih ABI untuk menguatkan dan menyebarluaskan tren moderasi beragama. Hal lainnya dimaksudkan untuk turut serta menyuburkan toleransi antar dan intra umat beragama di Indonesia serta menyokong pencanangan tahun 2022 sebagai ‘Tahun Toleransi’.
“Bagi ABI, arti moderasi atau moderat itu adalah mengikuti konstitusi atau sesuai aturan. Dan di Indonesia ini konstitusi yang berlaku berdasarkan Pancasila dan UUD 45,” ucap Zahir.
Namun demikian secara teknis, kata Habib, moderasi bukan selalu dalam artian moderat ada di tengah.” Kalau untuk pengentasan kemiskinan tidak berlaku moderat harus radikal. Moderat, lima ratus orang saja harus radikal. Jangan lima ratus harus seribu orang dientaskan dari kemiskinan,” kata dia.
Berkaitan dengan tindakan korupsi, tentu harus radikal.”Diberantas hingga ke akar akarnya. Jadi, moderat yang dijabarkan yang berujung atau berakhir pada kebaikan,” tegas Habib lagi. (Kd)