Monday, December 9, 2024

Cerita, Lain Di Novel Lain Di Film

Mengangkat cerita dari novel best seller ke layar film punya tantangan tersendiri. Meski sebuah novel best seller sudah banyak mengundang pembaca, dalam proses pembuatan film justru tantangannya, bagaimana ekspektasi penonton bisa tergambar dalam film.

“Kita perlu memberikan pandangan kepada pembaca sekaligus penonton film bahwa novel dan film itu produk karya yang berbeda,” kata Hanung Bramantyo, sutradara film dalam webinar FFWI XII 2022, Selasa, 7 Juni 2022.

Lanjut Hanung, novel ditulis oleh satu orang dan mempunyai ruang dan waktu yang luas. Sementara film itu bukan hanya karya sutradara atau penulis skenario. Novel bisa dibaca kapan saja dan mau berhenti dulu, makan atau minum dulu.”Film punya keterbatasan, waktu misalnya. Untuk film nasional rata rata durasi putarnya satu setengah jam atau dua jam. Tidak semua yang ada di novel itu bisa dijadikan dalam keterbatasan ruang dan waktu itu,” jelas Hanung sambil mengatakan di situlah tantangan sebagai sutradara mengangkat cerita dari novel.

Dalam webinar yang bertajuk Buku Best Seller, Film Box Office, juga menghadirkan penulis novel Asma Nadia. Bagi penulis novel Surga Yang Tak Kurindukan, Hijab Traveler, dan novel lainnya yang sudah difilmkan itu, bahwa dia menyadari bahwa film dan novel karya yang berbeda Di sinilah pentingnya ada komunikasi yang baik antara penulis novel, sutradara, penulis skenario dan produser.”Penulis novel tidak boleh egois, bahwa cerita film harus seratus persen sama. Di pihak lain sutradara, produser atau penulis skenario tidak merusak benang merah cerita. Syarat lainnya kalau ada perubahan tidak menyinggung SARA,” kata Asma Nadia.

Nara sumber dari penulis skenario Jujur Prananto, dalam menulis skenario dari novel, diakui pentingnya ada komunikasi dan komitmen bersama, bahwa novel ini akan ada perubahan.”Tentunya apa yang tertulis di novel tidak akan bisa semuanya difilmkan. Tapi, kalau ada penulis novel yang ngotot, baiknya saya sebagai penulis skenario.mundur,” kata Jujur Prananto peraih Piala Citra Festival Film Indonesia beberapa waktu lalu. Uniknya Piala Citra itu didapat dari film yang kurang laku di pasaran.

Jelas Jujur, novel itu diangkat dari cerita tentang anak korban pedofilia. Ketika itu dia bilang ke produser, ada beberapa cerita yang sangat sensitif, tapi dia tetap diminta untuk menuliskan adegan itu dalam skenario.”Sebagai penulis skenario saya tidak asal ambil tawaran saja. Saya pernah mendapat tawaran menulis skenario dari novel tokonya sudah sempurna, minim konflik. Saya menolak menuliskan skenarionya. Karena sulit menemukan konflik dan ketegangan dari filmnya nanti,”kata dia berkata sejujurnya.

Webinar seri kedua FFWI XII yang dipandu oleh wartawan senior yang kini bekerja di Lembaga Sensor Film Noorca Massardi itu diikuti oleh lebih dari lima puluh wartawan, dan pekerja film lainnya. Selain itu hadir Wina Armada selaku Ketua Pelaksana FFWI 2022, dan Eddy Suwardi Dit PMM Kemendikud Ristek.

Hadir juga Ahmad Fuadi, penulis novel Negeri Lima Menara yang ikut berbicara. “Saya berharap acara seperti ini dibuat secara periodik. Kepada teman teman wartawan yang terlibat di festival semoga menghasilkan festival lebih baik dari yang ada,* kata urang awak ini. (BD)

Must Read

spot_imgspot_img

Related Articles