Menyimak kasus pemberhentian Wakil Rektor Usakti yang banyak ‘Ke Hal ikhwal pemberhentian Wakil Rektor Universitas Trisakti (Usakti) oleh Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi (Meristekdikti) dinilai sangat tidak sah karena memperlihatkan sejumlah ‘kekeliruan’ serta cacat prosedural.
Lembaga tersebut dalam mengambil keputusan berdasarkan Putusan Kasasi No. 60/K/TUN/2019 yang amar putusannya mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), juga melanggar azaz kecermatan.
“Kami juga mendasar pada putusan dua tingkat pengadilan sebelumnya, baik PTUN dan maupun PT.TUN telah menegaskan Keputusan Menristekdikti yang memberhentikan Prof Yuswar (wakil Rektor I Usakti) adalah batal/tidak sah. Hal itu tak lain karena karena terdapat kecacatan dari segi prosedur penerbitan dan melanggar asas kecermatan, “ papar Gugum Ridho Putra, kuasa hukum Wakil Rektor Usakti dari Firma Hukum Yusril Ihza Lawfirm kepada awak media di Jakarta, Rabu (14/8).
“Kecacatan terbukti dari fakta tidak dilibatkannya Senat Universitas dalam menerbitkan keputusan tersebut.”
Gugum menambahkan, bahwa sebagai Universitas yang berstatus swasta, Statuta Universitas Trisakti adalah Hukum Internal yang mengatur kehidupan kampus dan keberlakuannya dilindungi di bawah Otonomi Pendidikan Tinggi.
‘untuk itu keterlibatan Senat dalam pengambilan keputusan-keputusan penting termasuk pemberhentian Wakil Rektor diwajibkan oleh Statuta Universitas.
Hal ini sudah lazim diketahui, bahkan ketika mengirimkan wakil pemerintah menjadi Pjs Rektor Usakti, Menristekdikti juga melibatkan Senat Universitasi
Terbitnya putusan kasasi tersebut telah menganulir putusan pada dua tingkat pengadilan sebelumnya (PTUN dan PTTUN), sehingga kembali menghidupkan keberlakukan dari keputusan pemberhentian Yuswar.
Namun, pertimbangan putusan kasasi tersebut juga mengandung hal-hal yang secara hukum tidak tepat.
“Majelis Kasasi telah mempertimbangkan fakta hukum (bukti dan keterangan saksi) yang sebetulnya melebihi wewenang dari Majelis Hakim Tingkat Kasasi yang hanya sekedar mempertimbangkan aspek penerapan hukum saja,” lanjut Gugum
Gugum menegaskan ‘substansi fakta hukum yang dipertimbangkan Majelis Tingkat Kasasi juga tidak tepat’
Ruang lingkup kesepakatan yang dijadikan pertimbangan oleh majelis tingkat kasasi tidaklah seperti fakta yang tertuang dalam bukti surat yang telah diajukan.
Pertimbangan yang tidak tepat itu pada akhimya telah menggiring Majelis Tingkat Kasasi melakukan kekeliruan dalam memutuskan persoalan ini.
“Oleh karena itu, kami menganggap putusan Kasasi Mahkamah Agung telah mengandung kekeliruan yang sangat mendasar sehingga mengabaikan fakta hukum yang sebenamya terjadi,” (didang)