Bisnis Bioskop Layarnya Kian Terkembang
Seiring produksi film setiap tahun makin meningkat. Tahun 2019 lalu saja tidak kurang dari 150 judul film diproduksi, meningkat 15 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan produksi film ini disebabkan dua faktor : pertama makinw meningkatnya jumlah penonton film nasional dari tahun ke tahun. Dengan begitu banyak pengusaha atau yang punya tabungan cukup mendirikan perusahaan film, menjadi faktor yang kedua.
“Peningkatan produksi film ini berefek permintaan penambahan layar bioskop. Standar layar dan bioskop yang bisa memenuhi ekspektasi penonton era mileneal. Aman, nyaman, dan memuaskan. Sound, gambar, kursi, dan interior bioskop yang indah,” dikemukakan oleh H. Djonny Syafruddin, SH, di sela menerima kunjungan Aparatur Pemda Kota Payakumbuh, bermaksud membangun kerjasama membangun bioskop di Kota Payakumbuh, Sumatera Barat. Pertemuan itu Kuningan, Jakarta, pekan lalu.
Jumlah layar bioskop secara keseluruhan di Indonesia baru mendekati angka.1900 layar. Padahal, untuk Indonesia dengan jumlah penduduk di atas 250 juta dengan pertumbuhan ekonomi seperti sekarang ini dipelurkan 3000 layar bioskop.” Kalau di Jabodetabek layar bioskop sudah mencukupi. Di luar Jabodetabek dan pulau pulau lain potensi untuk layar bioskop semakin terkembang besar sekali,” kata Djonny yang akan membangun bioskop di salah satu kabupaten di Kalimantan dan di salah satu kabupaten di provinsi Lampung.
Peluang kian terkembangnya bisnis di perbioskopan, bukan tanpa tantangan. Dengan dicabutnya investasi di bidang perfilman dari Daftar Negatif Investasi (DNI), mengundang sejumlah pemilik modal dari negara lain berinvestasi di perbioskopan di Indonesia.
Persaingan dalam hal bisnis khususnya di bidang perbioskopan bukan hal baru bagi pria berdarah Minang yang besar di kota Bandung, dan aktivis angkatan 66 ini. Berbisnis bioskop dan property digelutinya sejak tahun 1975.”Kondisi sekarang ini peluang dan sekaligus tantangan. Menarik,” ungkap Djonny yang akhir Desember silam meresmikan bioskop miliknya yang ke tujuh, di Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Selain memantau perkembangan usaha bioskop miliknya, Djonny Syafruddin ini juga menjadi tempat mengadu dan berdiskusi para pengelola bioskop di Indonesia. Karena beliau adalah Ketua Umum Gabungan Pengelola Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI).
“Akhir akhir ini yang sering kita diskusikan antara anggota dan pemgurus adalah masalah pajak. Tidak merata di setiap kotanya. Idealnya sama kan saja pajaknya dalam besaran 10 persen. Masih ada pemda yang menarik pajak sampai 30 persen. Pajak sebesar itu sangat memberatkan,” kata Djonny, karena pemasukan bioskop itu dibagi dengan produser film, dan pajak sebesar itu minta diperingan lagi.
Bicara bantuan pemerintah dalam memajukan bisnis bioskop masih minim. Kecuali regulasi. Untuk kredit atau pinjaman, sudah lama diperbincangkan hingga kini belum ada realisasinya.” Padahal, investasi di bioskop itu jelas, ada fisik dan kegiatan usahanya. Kami tidak berharap semua diberikan pinjaman kredit, paling tidak biaya satu layar sebesar 2 – 2,5 miliar rupiah itu, lima puluh persennya kredit dari lembaga keuangan pemerintah,”tutur Djonny.
Bisnis perbioskopan, kata Djonny, memberikan efek domino perkembangan ekonomi menengah bawah. Pedagang makanan, perparkiran, transportasi, hingga terserapnya tenaga kerja putra putri daerah.” Maka di sini pemda setempat harus membantu dan memperlancar, dan membangun suasana kondusif di sekitar bioskop. Karena kehadiran bioskop memberi kontribusi kepada daerah,” kata Djonny.
Dalam kesempatan itu, Djonny juga mengajak kepada para produser film agar bersama sama meningkatkan kualitas film. Penonton film itu seleranya dinamis, tuntutan film yang terbaik dan asyik dinikmati sudah harus terpenuhi.”Saya pemilik bioskop di daerah demikian juga dengan anggota GPBSI lainnya di daerahnya, film nasional selalu menjadi pilihan utama. Mereka lebih menyukai film nasionall. Karena itu tingkatkan kualitas filmnya. Film laris bukan cuma produsernya yang senang, pengelola bioskop juga bahagia,” tutur Djonny, seraya mengharap ada pertemuan rutin antara produser dan pengelola bioskop, membicarakan produksi film apa dan yang bagaimana yang disukai penonton.
Bisnis bioskop akan terus terkembang layarnya, memberi akses kepada penonton untuk mendapat hiburan dan.pengetahuan tertentu. Bioskop juga menjadi perpanjangan tangan bagi produser film, agar filmnya akan bisa lebih banyak dilihat oleh masyarakat.”Bagi pemda atau mereka yang ingin membangun bioskop, saya dengan tangan terbuka untuk bekerjasama,” katanya menyudahi.wawancara. Didang Pradjasasmita.