Pandemic Covid -19 melanda jagat raya menjelajah waktu enam bulan dan tidak ada yang tahu kapan akan berakhir. Semua bidang kehidupan terganggu. Aktifitas dikurangi dan kerumunan dilarang keras.”Karena ada aturan seperti maka kami yang bekerja dan berkegiatan di bidang seni musik tidak bisa bekerja. Bagi yang mempunyai modal bisa beralih membuat streaming atau content YouTube,” ujar Harry Koko Santoso, promotor musik ternama, di Webinar Saatnya Bangkit Kembali, Rabu (2/9/2020).
“Memang ada beberapa grup musik yang melakukan konser live streaming selama pandemi. Ini bentuk kreatifitas yang harus didukung, tapi masih jauh dari harapan agar musisi kita dapat menghasilkan nilai komersial,” kata Harry Koko Santoso.
Musisi Chandra Darusman pada acara webinar yang digelar Direktorat Perfilman Musik dan Media Baru (PMBB) Kemendikbud RI dan Komunitas Pewarta Hiburan Indonesia (Kophi) itu mengatakan ada tiga kelompok musisi yang terlihat selama pandemi Covid-19 ini muncul di Indonesia sejak medio Maret 2020. Tiga kelompok musisi itu masing-masing mapan, pas-pasan dan rentan.
Tiga kelompok musisi itu didapatkan berdasarkan survai yang dilakukan Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) terhadap 1.400 responden di 22 provinsi di Indonesia.
Survai FESMI menyatakan, dari 1.400 responden itu terlihat sebanyak 34,3 persen musisi adalah yang bekerja di hotel dan kafe, pengiring musik profesional ada 12,9 persen, hingga pengajar sebanyak 10,8 persen. Sementara artis rekaman tercatat ada 7,1 persen dan digital content creator itu sebanyak 3 persen.
Penghasilan terbanyak mulai Rp 3,1 juta hingga 5juta yakni sebanyak 24,6 persen, Rp 1,1 juta sampai 3juta (19,1 persen) dan Rp 5,1 hingga Rp 7 juta (18,2 persen), Rp 7,1 hingga Rp 10 juta (12,3 persen) serta Rp 100.000 sampai 1juta (10,7 persen). Sementara musisi yang berpenghasilan Rp 10,1 juta sampai Rp 15 juta (8,9 persen) dan Rp 15,1 sampai Rp 20 juta hanya 3,5 persen.
Mapan, jelas Candra Darusman, musisi itu tidak perlu dibantu selama pandemi Covid-19 karena bisa menggelar konser live streaming sendiri misalnya dan punya ruang gerak untuk tetap berkerasi.
Sementara kelompok pas-pasan diketahui memiliki modal tapi mulai habis (musisi beralih pekerjaan) yang harus dilakukan pemberdayaan, mencarikan modal, pelatihan e-commerce dan modul latihan live streaming untuk memulai usaha baru.
Firman Bintang, Ketua Dewan Pertimbangan Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI), menyatakan, pagebluk Covid-19 tidak hanya membuat iklim dan ekosistem industri, teristimewa industri film Indonesia terpapar, tapi terkapar.
“Saat ini, ketika bioskop ditutup atas nama menegakkan protokol kesehatan, cobaan produser film, juga pemilik bioskop, semakin besar,” kata Firman Bintang. Namun itu tidak harus diratapi karena semua sudah terjadi.
“Kita harus bergandengan bersama, dan saling membangkitkan, demi tetap bertahan di kondisi yang sangat tidak mudah ini,” ujarnya.
Menurut Firman Bintang, mata uang yang sebenarnya dalam industri ini adalah kreatifitas. Sedangkan jualannya, saat sekarang tidak melulu via bioskop.”Jualannya bisa lewat media baru lainnya,” kata Firman Bintang.
Media baru yang dimaksudkan Firman Bintang yang bisa menggantikan layar bioskop antara lain streaming hingga televisi langganan berbayar dan OTT (Over The Top). Kangdidang